Sabtu, 08 Januari 2011

Biofarmasetika sediaan perkutan

Pendahuluan

¨ Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan → zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian luar.

¨ Galen telah menjelaskan tentang pemakaian sediaan pada zaman romawi, yang saat ini dikenal sebagai vanishing cream.

¨ Sediaan obat yang digunakan pada kulit atau diselipkan ke dalam rongga tubuh umumnya berada dalam bentuk cairan, semi padat atau padat.

¨ Penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit ke dalam peredaran darah.

¨ Istilah "perkutan" menunjukkan bahwa proses penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.

Anatomi Kulit

Epidermis

¨ Permukaan paling luar dari kulit, tempat sediaan obat digunakan.

¨ Epidermis :

  1. Lapisan malfigi
  2. Lapisan tanduk tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami keratinisasi

Proses Absorpsi

  1. Diantara sel-sel dari stratum corneum
  2. Melalui saluran dari folikel rambut
  3. Melalui kelenjar keringat (sweat glands)
  4. Melalui kelenjar sebaseus (sebaceous glands)
  5. Melalui sel-sel dari stratum corneum.

Sediaan Perkutan

Rute Pemakaian Perkutan/ Topikal

¨ Tujuan terapi :

Lokal

Sistemik – Transdermal Delivery System

¨ Lokal Obat – lapisan luar kulit

Diharapkan sedikit atau tdk terjadi absorbsi

¨ Sistemik – TDS

Formulasi yg dipakai secara topikal dg maksud menghantarkan bahan aktif sampai ke sirkulasi sistemik

Perkutan utk Kosmetika

¨ Sediaan kosmetika umumnya menembus dari suatu terbatas sampai difusi kedalam lapisan tanduk (stratum corneum),folikel rambut, dan kelenjar keringat.

¨ Pada keadaan tertentu, spt sediaan tabir surya, zat aktif relatif tertahan cukup lama pada permukaan lapisan tanduk (stratum corneum) demikian juga untuk beberapa zat aktif lain.

¨ Penyerapan sistemik suatu sediaan kosmetik dapat juga memberikan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mempercepat terjadinya toksisitas perkutan.

Efek Lokal

¨ Sering diperlukan penembusan zat aktif ke dalam struktur kulit yang lebih dalam.

¨ Konsentrasi dalam jaringan yang terletak di bawah daerah pemakaian yang cukup tinggi agar diperoleh efek yang dikehendaki.

¨ Penyerapan oleh pembuluh darah diusahakan agar seminimal mungkin sehingga terjadinya efek sistemik dapat dihindari.

Efek Sistemik

¨ Zat aktif harus masuk kedalam peredaran darah dan selanjutnya dibawa ke jaringan, yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologik.

¨ Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit seperti faktor-faktor fisikokimia dan patofisiologik yang mempengaruhi permeabilitas kulit, sangat diperlukan untuk merancang formula dan bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.

Faktor Fisiologi Yg Mempengaruhi Absorpsi Perkutan

¨ Keadaan dan umur kulit

¨ Aliran darah

¨ Tempat pengolesan

¨ Kelembaban dan temperatur

Keadaan dan Umur Kulit

¨ Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.

¨ Eksim, terbakar, luka??

¨ Jamur??

¨ Difusi juga tergantung pada umur subyek, kulit anak anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa

Aliran Darah

¨ Perubahan debit darah ke dalam kulit akan mengubah kecepatan penembusan molekul.

¨ Semakin banyak aliran darah, kecepatan penembusan molekul akan semakin baik.

Tempat Pengolesan

¨ Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama akan berbeda dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan.

¨ Ketebalan lapisan tanduk(stratum corneum) berbeda pada setiap bagian tubuh, antara 9 µm untuk kulit scrotum sampai 600 µm untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.

Kelembaban dan Temperatur

¨ Kelembaban normal lapisan tanduk 5-15%

¨ Dapat ditingkatkan sampai 50% dg cara dioleskan bahan pembawa yg dpt menyumbat: vaselin, minyak atau suatu pembalut impermeabel.

¨ Stratum corneum lembab mempunyai afinitas yg sama thd senyawa2 yang larut dalam air atau dlm lipida → struktur histologi sel tanduk dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di sekitarnya

¨ Secara in vivo, suhu kulit yang diukur pada keadaan normal, relatif tetap dan tidak berpengaruh pada peristiwa penyerapan.

¨ Semakin tinggi suhu akan meningkatkan permiabilitas kulit.

¨ Pembalut impermeabel menyebabkan terjadi peningkatan luas permukaan kulit sebesar 17%, peningkatan suhu setempat dan kelembaban relatif.

Faktor Obat

  1. Konsentrasi obat → Umumnya, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan per unit luas permukaan per satuan waktu akan meningkat, bila kosentrasi obat ditambah.
  2. Profil pelepasan obat dari pembawanya → tergantung dari afinitas obat terhadap pembawa, kelarutan obat dalam pembawa, dan pH pembawa.
  3. Harga koefisien partisi obat → tergantung dari kelarutannya dalam air dan minyak → Harga ini menentukan laju perpindahan melewati daerah absorbsi → Koefisien partisi dapat diubah dengan memodifikasi gugus kimia dalam struktur obat dan variasi pembawa.
  4. Kondisi pH akan mempengaruhi tingkat disosiasi serta kelarutan obat yang bersifat lipofil.
  5. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembaban kulit akan mendorong terjadinya absorpsi per kutan dari obat.
  6. Waktu kontak obat dengan kulit.
  7. Luas permukaan tempat obat dioleskan.

Optimasi Sediaan Perkutan

1. Faktor fisikokimia

¨ Tetapan difusi

¨ Konsentrasi zat aktif

¨ Koefisien partisi

2. Pemilihan pembawa (vehicle)

¨ Kelarutan dan keadaan termodinamika

¨ Surfaktan

¨ Enhancer absorbsi zat aktif

¨ Iontoforesis

Tetapan Difusi

¨ Bila dihubungkan dengan gerakan Brown, maka tetapan difusi merupakan fungsi dari bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dg konstituen membran; selain itu juga tergantung pada kekentalan media serta suhu.

¨ Hukum Stoke-Einstein

k' = tetapan Boltzman

T = suhu mutlak

r = jari jari molekul yang berdifusi

η = kekentalan lingkungan

Konsentrasi Zat Aktif

¨ Jumlah zat aktif yang diserap pada setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media pembawa.

¨ Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit tjd perubahan struktur membran sebagai akibat konsentrasi molekul yang tinggi, mungkin terjadi perubahan koefisien partisi antara pembawa dan sawar kulit.

Koefisien Partisi

¨ Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa terhadap pembawanya; koefisien partisi mendekati satu menunjukkan bahwa molekul bergerak dlm jumlah sama menuju lapisan tanduk dan pembawa → senyawa yang mempunyai afinitas sangat tinggi thd pembawanya tidak dapat berdifusi dlm lapisan tanduk.

¨ Jika sifat lipofil sangat besar maka senyawa akan tertumpuk dlm lapisan tanduk dan tdk mampu berdifusi ke dlm epidermis yg mrp senyawa berair.

Kelarutan dan Keadaan Termodinamika

¨ Difusi molekul terjadi karena adanya perbedaan potensial termodinamika yang terdapat antara pembawa dengan struktur lipida dari lapisan tanduk dan aliran yang terjadi selalu berasal dari daerah dengan potensial termodinamika tinggi menuju daerah dengan potensial yang lebih rendah.

¨ Koefisien partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk juga dapat dinyatakan sebagai fungsi koefisien aktivitas termodinamika ..

¨ Bahan aktif dengan konsentrasi tertentu mempunyai aktivitas termodinamika yang dapat berubah tergantung pada komposisi pembawa.

¨ Bila molekul obat berbentuk kompleks yang larut dalam pembawa, maka aktivitas termodinamikanya sangat rendah dan jumlah zat yang diserap sangat kecil

Surfaktan

¨ Lapisan tanduk merupakan sawar yang efektif dalam mencegah penembusan dari sebagian besar surfaktan.

¨ Surfaktan anionik seperti Natrium lauril sulfat dapat melintasi sawar kulit walau dalam jumlah kecil.

¨ Alkil-benzena sulfonat, terbukti terikat dalam lapisan tanduk (stratum corneum) tanpa diikuti penembusan ke lapisan kulit yang lebih dalam.

Enhancher Absorbsi Zat Aktif

¨ Bahan yang mempunyai efek thd permiabilitas sawar(barrier) kulit.

¨ Bbrp bahan bekerja langsung scr kimia pd kulit dan sebagian bahan tdk mempunyai efek khusus thd barrier misalnya dg mempengaruhi solubilitas dan/atau dispersibilitas dari bahan obat dan/atau sistem penyampaiannya ( bahan pembawa).

¨ Pelarut organik spt benzene, alcohol, aseton, terbukti dpt meningkatkan kecepatan penetrasi baik bahan yg larut dalam air atau bahan yg larut dlm lemak.

Iontoforesis

¨ Untuk beberapa senyawa ion yang penyerapannya ke kulit tidak baik, dan pemakaian enhancher kimia juga tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka pemberian secara parenteral merupakan suatu pilihan utama.

¨ Alternatif meningkatkan penyerapan secara iontoforesis, artinya dengan pengaliran listrik terus menerus melintasi kulit yang diolesi obat.

¨ Kulit mengandung air dalam jumlah sedikit, sehingga kulit dapat dianggap sebagai kapasitor.

¨ Aliran yang dipakai cukup lemah, antara 0,5 - 1 mA/cm2 dengan maksud agar tidak terjadi kerusakan kulit.

¨ Elektroda aktif yang diletakkan pada daerah pengolesan adalah anoda untuk molekul bermuatan positif dan katoda untuk molekul bermuatan negatif.

¨ Iontoforesis akan meningkatkan penyerapan sistemik obat yang dipakai → zat aktif langsung menembus ke dalam dennis dan memasuki sistem peredaran darah.

¨ Meskipun tehnik iontoforesis telah terbukti dapat meningkatkan absorbsi perkutan obat-obat yang dapat terionisasi atau obat dalam bentuk ion (meliputi lidokaine, salisilat dan peptida dan protein, misalnya insulin), namun keamanan secara klinis dan efikasi masih dievaluasi dan diselidiki secara mendetail.

Kriteria Obat Sediaan Perkutan

¨ Sifat FISIKA-KIMIA yang cocok

1. BM

2. Uk. Molekul

3. Kelarutan

4. Titik Lebur

¨ TIDAK IRITASI pada kulit (Irritant Dermatitis, Alergik Dermatitis)

¨ CLINICAL NEED

1. Pemakaian Lama

2. Menyenangkan pasien

3. Pengurangan Dosis

4. Efek yang tidak diinginkan pada “non target tissue”

Evaluasi Ketersediaan Hayati

¨ Kendala ?? Jumlah senyawa yang diabsorbsi sangat sedikit

¨ Kromatografi gas dan imunoenzimologi dapat digunakan untuk memecahkan masalah analisis.

¨ Senyawa yang umum terdapat di dalam tubuh misalnya vitamin dan hormon, memerlukan penggunaan runutan radioaktif.

Metode Evaluasi

1. Study difusi in vitro

  • Difusi sederhana dalam air
  • Dialysis membran selofan

2. Study penyerapan (absorbsi)

  • In vitro → sayatan kulit manusia
  • In vivo → labelling, radioaktif

Penelitian Memakai Hewan

¨ Relevansi dengan manusia??

¨ Pd penelitian absorbsi perkutan ditemukan penurunan tingkat permiabilitas , yaitu : kelinci > tikus > babi > manusia.

¨ Kulit dari tikus yang tidak berbulu atau anak tikus yang baru lahir sangat berguna untuk skrening absorbsi atau epidermal respon.

¨ Penelitian tentang absorbsi perkutan pada hewan, baik in-vitro maupun in-vivo hanya untuk memprediksi aktifitas pada manusia.

Model In Numero

¨ Model in numero atau simulasi komputer dari absorbsi sebagai penghubung penelitian in-vitro dan in-vivo.

¨ Sebagai contoh pemakaian model dermatofarmakokinetik, yang mirip dengan model farmakokinetik yang digunakan untuk mempelajari uptake dan disposisi obat.

¨ Pada model dermatofarmakokinetik, transpor obat dlm pembawa dan pd epidermis, terutama stratum corneum adalah mengikuti difusi hukum Ficks.

Evalusai Ketersediaan Hayati

Bioavailabilitas
(ketersediaan hayati)

Persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin

Bioavailabilitas absolut : bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100 %

Bioavailabilitas relatif : Bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena

Parameter

Konsentrasi puncak (Cmaks)

Waktu untuk konsentrasi puncak (tmaks)

Luas daerah dibawah kurva (AUC)

Manfaat

Banyaknya obat yang diabsorpsi dari formulasi atau sediaan.

Kecepatan obat diabsorpsi.

Lama obat berada dalam cairan biologi atau jaringan dan dikorelasikan dengan respon pasien.

Hubungan antara kadar obat dalam darah dan efikasi klinis serta toksisitas.

Proses Absorbsi Sistemik

disintegrasi produk yang diikuti dengan pelepasan obat

pelarutan obat dalam media “aqueous”

absorbsi melalui membran sel menuju sirkulasi sistemik

Uji Bioavailabilitas

In vivo

Uji disolusi in vitro

In Vivo

Penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, karena:

lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan menginterpretasi;

tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia;

ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran;

besarnya biaya yang diperlukan; pemakaian subjek manusia bagi penelitian yang “nonesensial”;

keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji.

Uji Disolusi In Vitro

Akibatnya uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai sebagai pengukur availabilitas obat, terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metode pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavailabilitas

Sasaran Uji Disolusi in vitro

pelepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100 %

laju pelepasan seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju pelepasan dari batch yang telah dibuktikan berbioavailabilitas dan efektif secara klinis

Uji Bioekivalensi

Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new chemical entity = NCE) dibutuhkan penilaian mengenai efikasi, keamanan dan mutu secara lengkap.

NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik penemunya disebut juga obat inovator.

Lanjutan…

Biaya kesehatan cenderung meningkat → diperlukan substitusi copy generik yang harganya lebih murah.

Untuk keamanan dan ketepatan substitusi, copy generik hendaknya secara terapeutik ekivalen dengan produk inovator.

Terapeutik ekivalen diasumsikan bila copy generik bioekivalen dengan produk innovator

Tujuan

Umum → Untuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat yang beredar.

Khusus

  1. Untuk menjamin produk obat ”copy” yang akan mendapat izin edar bioekivalen dengan produk obat inovatornya.
  2. Untuk menentukan bioavailabilitas absolut dan relatif suatu zat kimia baru, serta bioekivalensi zat tersebut dalam formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan dipasarkan.

Bioekivalensi

Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan.

Jika bioavailabilitas nya yang tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen

Ekivalensi farmaseutik

Dua produk obat mempunyai ekivalensi farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama.

Alternatif farmaseutik

Dua produk obat merupakan alternatif farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb) atau bentuk sediaan atau kekuatan.

Produk Obat Pembanding (Reference Product)

Produk obat inovator yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi, keamanan dan mutu.

Hanya jika produk obat inovator tidak dipasarkan di Indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar di pasar, maka dapat digunakan produk obat inovator dari primary market

Cont…

Produk yang merupakan market leader yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia dan telah lolos penilaian efikasi, keamanan dan mutu.

Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh Badan POM.

Produk Obat “Copy”

Produk obat yang mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternative farmaseutik dengan produk obat inovator/pembandingnya, dapat dipasarkan dengan nama generik atau dengan nama dagang.

Ekivalensi terapeutik

Dua produk obat mempunyai ekivalensi terapeutik jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan efikasi klinik dan keamanan yang sebanding.

Dengan demikian, ekivalensi/inekivalensi terapeutik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik.

Syarat Studi Bioekivalensi

Dalam studi bioekivalensi, satu formulasi obat dipilih sebagai standar pembanding dari formulasi obat lain

Pembanding hendaknya diberikan dengan rute yang sama seperti formula yang dibandingkan

Jika standar pembanding susah didapatkan, dapat digunakan standar pembanding berupa suatu formulasi yang sedang dipasarkan yang telah diakui oleh NDA, yang secara ilmiah mempunyai data keamanan dan efikasi yang sahih.

Cont…

Produk pembanding hendaknya merupakan produk yang diterima oleh profesi kesehatan

Produk pembanding biasanya produk “innovator” atau produk dari pabrik pertama yang memproduksi obat tersebut.

Kendala Uji Klinik

Pada penyakit ringan tidak terlihat, pada penyakit berat tidak etis;

Endpoint yang diukur seringkali kurang akurat sehingga variabilitasnya besar sekali dengan akibat dibutuhkan sampel yang besar;

Sebagai uji klinik untuk menunjukkan ekivalensi dibutuhkan sample yang besar sekali

Cont…

Pendekatan FK → UJI BIOEKIVALENSI

Endpoint sangat akurat (kadar obat dalam plasma) →variabilitas rendah → sampel yang dibutuhkan jauh lebih kecil

Hal ini menguntungkan baik bagi produsen maupun subjek uji

Jika terdapat perbedaan yang bermakna secara klinik dalam bioavailabilitasnya, maka kedua produk obat tersebut dinyatakan inekivalen secara terapeutik (inekivalensi terapeutik).

Mengapa Uji Bioekivalensi Menunjukkan Ekivalensi Terapeutik

Konsentrasi obat dalam plasma darah menentukan jumlah molekul obat pada reseptor → efek terapeutik

Konsentrasi obat dalam plasma ditentukan oleh ADME bentuk aktif obat

Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi konstan pada subyek yang sama → perbedaan konsentrasi dalam plasma (= efek terapeutik) :

Karena perbedaan jumlah obat yang diabsorpsi → tergantung pada penghantaran obat dari formulasi

Desain Dan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi

Kaji etik

Desain

Subyek

Produk obat uji

Pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel urin

Metoda bioanalitik

Kriteria Bioekivalen

Analisa statistik

Kaji Etik

Uji bioavailabilitas bioekivalensi dilakukan pada subyek manusia,

Desain dan pelaksanaan uji BE harus mengikuti pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB)

Protokol uji harus lolos kaji etik sebelum dilakukan uji

Desain

Dilakukan pada subyek yang sama (desain menyilang) untuk menghilangkan variasi biologik antar subyek (2 periode untuk pemberian 2 produk obat pada setiap subyek).

Pemberian produk pertama dg kedua dipisahkan oleh periode washout yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan.

Subyek

Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau penyalahgunaan obat

Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat uji

Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan pada sukarelawan sehat, maka digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai

Cont…

Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau penyalahgunaan obat

Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat uji

Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan pada sukarelawan sehat, maka digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai

Produk Obat Uji

Minimal 12 (pada umumnya 18 -24)

Harus dibuat sesuai dengan CPOB

Idealnya, harus diambil dari batch skala produksi

Jika tidak mungkin, pilot batch dengan minimal 10 % batch skala produksi.

Dosis : satu unit bentuk sediaan dengan kekuatan yang tertinggi.

Cont…

Jika perlu untuk alasan analitik, dapat digunakan beberapa unit dengan kekuatan tertinggi, asal tidak melebihi dosis maksimal regimen dosis.

Dianjurkan dilakukan uji disolusi in vitro produk uji dan pembanding sebelum dilakukan uji BE.

Hasilnya dilaporkan sebagai profil persen obat yang terlarut terhadap waktu

Pengambilan Sampel Darah

Dalam keadaan normal harus digunakan sampel darah, meskipun sampel urin juga dapat digunakan;

Biasanya kadar obat atau metabolit diukur dalam serum atau plasma. Dalam keadaan tertentu, kadar obat diukur dalam darah (misal sulfa);

Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu sehingga dapat menggambarkan fase-fase absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat.

Cont…

Kebanyakan obat diperlukan 12 -18 sampel darah, yakni :

1 sampel sebelum obat : pada waktu nol (t0)

2 - 3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax)

4 – 6 sampel sekitar Cmax)

5 – 8 sampel setelah Cmax sd sedikitnya 3 x t1/2 AUC (luas area di bawah kurva terhadap waktu) : sedikitnya 80% dari AUC yang diekstrapolasi ke tidak terhingga (~)

Pengambilan Sampel Urine

Hanya digunakan bila kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk dapat dideteksi dan eliminasi obat dalam bentuk utuh cukup besar (> 40%)

Diambil secara periodik, volume urin setiap interval waktu harus diukur dan dilaporkan

Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang diekskresi dalam urin terhadap waktu

Metode Bioanalitik

Harus mengikuti prinsip Good Laboratory Practice (GLP)

Harus divalidasi

Karakteristik metoda bioanalitik

Stabilitas analit dalam matriks biologi

Spesifitas

Akurasi

Presisi

Limit of quantifikasi

Reprodusibilitas

Kriteria Bioekivalen

Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC) uji/ (AUC) pembanding = 1,00, dengan 90% Confidence Interval (CI) = 80 – 125 %.

Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)uji / (Cmax)pembanding = 1,00 dengan
90% CI = 80 – 125 %.

Karena Cmax lebih bervariasi dibanding AUC, interval lebih lebar dapat diterapkan.

Cont…

Harus diberikan alasan dg mempertimbangkan efikasi & keamanan.

Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada klaim yang relevan secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau ada tanda-tanda yang berhubungan dengan efek samping obat.

Analisa Statistik

Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk menghitung perbedaan bioavailabilitas antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara klinik.

Jika pada t0 ditemukan obat dengan kadar < style=""> maka data dari subyek ini dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian.

Tetapi jika C0 ini > 5% Cmax, maka subyek ini harus dikeluarkan dari analisis.

Cont…

Jika subyek muntah pada atau sebelum 2 x median tmax pada studi BE untuk produk lepas cepat, maka data subyek ini harus dikeluarkan dari analisis.

Pada studi BE untuk produk lepas lambat, data subyek yang muntah kapan saja harus dikeluarkan.

Analisa statistik dilakukan dengan membandingkan parameter yang diperoleh.

Kriteria Uji Bioekivalensi

  1. Produk yang memerlukan uji ekivalensi in vivo
  2. Produk yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji disolusi terbanding)
  3. Produk yang tidak memerlukan uji ekivalensi

Produk Obat Yang Memerlukan Uji Ekivalensi In Vivo

Uji ekivalensi in vivo dapat berupa studi bioekivalensi farmakokinetik, studi farmakodinamik komparatif, atau uji klinik komparatif.

Dokumentasi ekivalensi in vivo diperlukan jika ada risiko bahwa perbedaan bioavailabilitas dapat menyebabkan inekivalensi terapi.

1. Produk obat oral lepas cepat, bekerja sistemik, jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut :

Obat untuk kondisi serius yang memerlukan respon terapi yang pasti

Batas keamanan/indeks terapi sempit; kurva dosis-respons curam

Terbukti ada masalah bioavailabilitas/ bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutan atau obat dengan struktur kimia atau formulasi yang mirip

Eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensi

2. Produk obat non-oral dan non-parenteral yang didesain bekerja sistemik. Misal : sediaan transdermal, supositoria, gel testosteron dan kontraseptif bawah kulit.

3. Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik

4. Produk kombinasi tetap bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu
zat aktifnya memerlukan studi in vivo

5. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan non-sistemik (oral, nasal,
okular, dermal, rektal, vaginal dsb) & dimaksudkan bekerja lokal.

Produk Obat Cukup Dilakukan Uji Ekivalensi In Vitro (Uji Disolusi Terbanding)

  1. Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo
  2. Produk obat “copy” yang hanya berbeda kekuatan – uji disolusi
    terbanding dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan
    perbandingan profil disolusi
  3. ZA kelarutan dlm air tinggi, permeabilitas dalam usus tinggi, serta disolusi sangat cepat atau disolusi cepat dan profil disolusi mirip dg pembanding
  4. ZA kelarutan dlm air tinggi, permeabilitas dalam usus rendah, serta disolusi sangat cepat dan tidak mgdg zat inaktif yang diketahui mengubah motilitas dan/atau
    permeabilitas saluran cerna
  5. ZA permeabilitas dalam usus tinggi, kelarutan air rendah serta disolusi cepat pada pH 6,8 dan profil disolusi mirip pembanding

Produk Obat Yang Tidak Memerlukan Uji Ekivalensi

  1. Penggunaan IV sbg larutan dlm air, kadar molar ZA sama dg produk pembanding
  2. Penggunaan parenteral lain (mis : intramuskular, subkutan) sbg larutan dlm air , kadar molar ZA sama dg pembanding, dan eksipien sama/ mirip dg pembanding
  3. Larutan oral (sirup, eliksir, tingtur atau btk larutan lain tapi bukan suspensi), kadar molar ZA sama dengan pembanding
  4. Bubuk untuk dilarutkan dan larutannya memenuhi kriteria no 1, 2 atau 3.
  5. Berupa gas
  6. Sediaan obat mata atau telinga, sbg larutan dl air, kadar molar ZA, eksipien sama dg pembanding
  7. Sediaan topikal, sbg larutan dl air, kadar molar ZA sama dg pembanding
  8. Larutan untuk aerosol atau produk inhalasi nebulizer (semprot hidung),
    yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama, sbg larutan dl air.

Produk Yang Mengandung Zat Kimia Baru

Bioavailabilitas

Suatu zat kimia baru yang di tujukan untuk bekerja sistemik, availabilitas sistemiknya harus ditentukan dengan membandingkan terhadap sediaan intravena (bioavailabilitas absolut).

Jika tidak memungkinkan (karena alasan teknis atau keamanan), maka bioavailabilitas relatif terhadap larutan atau suspensi oral harus ditentukan. Dalam hal prodrug, larutan intravena pembanding harus terbuat dari zat aktifnya.

Bioekivalensi

Selama perkembangannya, studi bioekivalensi diperlukan sebagai studi yang menjembatani antara formulasi untuk uji klinik dan produk obat yang akan dipasarkan.

Dasar2 Untuk Menetapkan Bioavailabilitas

Menurut FDA :

Bioavailabilitas in vivo suatu produk obat dilakukan jika laju dan jumlah absorpsi produk (seperti yang dinyatakan oleh parameter terukur) menunjukkan hasil tidak berbeda secara bermakna dengan bahan pembanding.

Suatu produk obat yang berbeda dari bahan pembanding (absorpsinya), tetapi tidak berbeda dalam jumlah absorpsi à dapat dianggap berada dalam sistemik

Metode Penilaian Bioavailabilitas

Pemilihan metode bergantung pada :

  1. Tujuan studi
  2. Metode analisis untuk penetapan kadar
  3. Sifat produk obat

Metode Yang Digunakan

Berdasarkan data plasma

t maks

Cp maks

AUC

Berdasarkan data urin

Du à jumlah kumulatif obat yang dieksresi lewat urine

dDu / dt à laju ekskresi obat dalam urine

t~ à waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urine

Efek farmakologi akut

Pengamatan klinik

Data Plasma

AUC

Mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik

Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma – waktu dari t = 0 sampai t = ~

AUC dapat ditentukan dengan :

Integrasi numeric

Metode rumus trapezium

Secara langsung dengan planimeter

Data Urin

Agar data sahih, obat harus diekskresi dalam jumlah yang bermakna dalam urine serta cuplikan urine harus dikumpulkan secara lengkap

Jumlah kumulatif obat yang diekskresi lewat urine (Du~) berhubungan dengan jumlah total obat diabsorpsi

Efek Farmakologi Akut

Pengukuran kuantitatif dapat dilakukan dengan melihat efek farmakologi akut yang ditimbulkan

Misal : Index dari biavailabilitas obat

efek pada diameter pupil

kecepatan denyut jantung

tekanan darah

Untuk mendapatkan perkiraan yang layak dari AUC hendaknya pengukuran efek farmakologi dilakukan dengan frekuensi +- 3 x t 1/2 obat

Respon Klinik

Pada obat yang diberikan sama dapat memberikan respon berbeda, misal :

-- kegagalan terapeutik

-- respon terapi baik

-- toksisitas

Perbedaan ini disebabkan perbedaan farmakokinetika-farmakodinamika obat antar individu

Pada produk bioekivalen harus mempunyai bioavailabilitas sistemik yang sama à respon obat yang sama dapat diperkirakan.