Rabu, 16 Mei 2012

KOLEKSI HANDBOOK TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

Handbook yang dapat saya bagi terkait dengan formularium dan zat-zat tambahan hanya ini, semoga bermanfaat.
R-Bertram G. Katzung-Basic & Clinical Pharmacology



British National Formulary 58



British National Formulary for Children 2009

Daftar Obat Esensial nasional 2008



Handbook of clinical drug data



Handbook of Pharmaceutical Excipients, 5th edition(2)



Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition



Modern Pharmacology With Clinical Applications



Pharmaceutical Biotechnology



Handbook British National Formulary 57


Senin, 14 Mei 2012

KOLEKSI HANDBOOK FARMAKOKINETIK

Handbook yang terkait tentang farmakokinetik yang dapat saya bagi hanya ini, semoga bermanfaat.

Basic Pharmacokinetics



Foundations of Pharmacokinetics



Pharmacokinetics, Second Edition


Jumat, 13 April 2012

ANTIBIOTIKA

Antibiotik (L. Anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa dengan khasiat antibakteri.

Mekanisme kerja yang terpenting adalah perintangan sintesis protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkomisin. Selain itu beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosporin) atau membran sel (polimiksin, zat-zat polien dan imidazol). Kemoterapi antimikroba dapat digolongkan atas dasar mekanisme kerjanya dalam zat-zat bakterisid dan bakteriostatis sebagai berikut :

a. Zat-zat bakterisid (L. Caedere = mematikan), yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman. Obat-obatan ini dapat dibagi pula dalam dua kelompok yakni : yang bekerja :

· Terhadap fase tumbuh misalnya penisilin dan sefalosporin, polipeptida (polimiksin, basitrasin) rifampisin, asam nalidiksat dan kuinolon-kuinolon. Zat-zat ini kurang efektif dalam fase istirahat.

· Terhadap fase istirahat misalnya aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol dan juga polipeptida tersebut di atas.

b. Zat-zat bakteriostatis (L. Statis = menghentikan), yang pada dosis biasa terutama berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Pemusnahannya harus dilakukan oleh sistem-tangkis tubuh sendiri dengan jalan fagositosis (‘dimakan’ oleh limfosit). Contohnya sulfonamida, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida dan linkomisin, PAS serta asam fusidat.

Penggunaan antibiotik ini untuk mengobati barbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara profilaksis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Penggunaan penting non-terapeutis adalah sebagai perangsang pertumbuhan dalam pertenakan sapi, babi dan ayam. Efek secara kebetulan ditemukan sekitar tahun 1940, tetapi mekanisme kerjanya belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan bahwa antibiotika bekerja setempat dalam usus dengan menstabilisisr floranya hewan tersebut. Kuman-kuman ‘buruk’ yang merugikan dikurangai jumlah dan aktivitasnya, sehingga zat-zat gizi dapat dipergunakan lebih baik. Pertumbuhan dapat distimulasi dengan rata-rata 10%. Meskipun dikebanyakan negara barat penyalahgunaan ini dilarang keras, namun masih tetap banyak digunakan dalam makanan ternak, terutama makrolida dan glikopeptida. Jumlahnya kini sudah meningkat sampai lebih dari 3 kali penggunaannya sebagai obat manusia.

Ada 6 kelompok antibiotik, yaitu Penisilin dan sefalosporin, kelompok tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkosin, polipeptida serta kelompok sisa (polyen, rifamfisin dan lain-lain).

A. PENISILIN

Antibiotika ini dibagi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penisilin dan sefalosporin.

Penisilin diperoleh dari jamur penicillium chrysogenum; dari berbagai jenis yang dihasilkan, perbedaannya hanya terletak pada gugusan-samping-R saja, benzilpenisilin (pen-G) paling efektif. Sefalosporin diperoleh dari jamur chepalorium acremonium yang berasal dari sicilia (1943).

Kedua kelompok antibiotik tersebut memiliki rumus bangun serupa, keduanya memiliki cincin beta-laktam. Cincin ini merupakan syarat mutlak untuk khasiatnya. Jika cincin ini dibuka misalnya enzim beta-laktamase (penisilinase atau sefalosporinase), maka menjadi inaktif. Pada umunya penisilinase hanya dapat menginaktifkan penisilin dan tidak sefalosporin, kebalikannya berlaku untuk sefalosporinase.

Mekanisme kerja dinding sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan, yaitu polimer dari senyawa amino dan gula yang saling terikat satu amino dan gula yang saling terikat satu dengan yang lain (crosslinked) dan dengan demikian memberikan kekuatan mekanis pada dinding. Penisilin dan sefalosporin menghalangi sintesa lengkap dari polimer ini yang spesifik bagi kuman dan disebut murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka dinding sel yang tak sempurna itu akan musnah dan bakteri musnah. Dinding sel manusia dan hewan tidak terdiri dari murien, maka antibiotik ini tidak toksik untuk manusia.

Efek samping yang terpenting adalah reaksi alergi akibat hipersensitasi, yang (jarang sekali) dapat menimbulkan shock anafilaktis (dan kematian). Pada prokain-benzilpenisilin diduga prokain memegang peranan pada hipersensitasi tersebut. Pada penisilin broad-spectrum agak sering terjadi gangguan-gangguan lambung-usus (diare, mual, muntah). Diare dapat dicegah dengan pemberian probiotik (Lactobacillus, bifidobacterium) selama masa terapi, pada dosis (amat) tinggi dapat terjadi reaksi-reaksi nefrotoksis dan neurotoksis, seperti pada aminoglikosida. Untuk wanita hamil dan laktasi semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan yang menyusui, walaupun dalam jumlah kecil terdapat dalam darah janin dan air susu ibu.

Contoh-contoh obat dari golongan penisilin ini adalah Benzilpenisilin (penisilin-G), Fenoksimetilpenisilin (penisilin-V, fenocin, Acipen-V, Ospen), kloaksasilin (Meixam, Orbenin), Asam klavulonat (Augmentin, Timentin), Ampisilin (penbritin, Ultrapen, binotal), Amoksisilin (Amoxilin, Flemoxin, Hiconcil, Augmenten), Piperasilin (Ledercil, Tazocin).

B. SEFALOSPORIN

Sefalosporin termasuk antibiotik beta laktam dengan struktur, khasiat dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan sebagai berikut :

- Spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan kuman-kuman anaerob.

- Resisten terhadap penisilin asal stafilokoki, tetapi tidak efektif terhadap stafilokoki yang resisten terhadap penisilin (MRSA).

Penggolongan safalosforin berdasarkan khasiat antimikroba dan resistennya terhadap beta laktam, sfalosforin lazimnya digolongkan sebagai berikut :

1. Generasi ke-1. Sefalotin dan sefalozin, sefradin, sefaleksin dan sefadroksil. Zat-zat ini aktif terhadap cocci dan gram positif, tidak berdaya gonococci, H.influenzae, bacteriodes dan psedomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.

2. Generasi ke-2. Sefaklor, sefamandol, sefmetazolo dan sefuroksin lebih aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk H.influenzae, proteus, kjlebsiella, gonococci dan kuman-kuman resisten untuk amoksilin. Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman gram positif (staphilococus dan streptococus) lebih kurang sama.

3. Generasi ke-3. Sefoferazon, sefotaksin (claforan), sefitokzim (cefizox), seftriakson (Rocephin), sefotiam (Cefadrol), sefiksim (Sofix), sefodoksim (Banan) dan sefrozil (Cefzil). Aktivitasnya terhadap kuman gram negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi psedomonas dan bacteriodes, khususnya sefatzidin. Resistennya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokokus jauh lebih rendah. Tidak aktif terhadap MRSA dan MRSE.

4. Generasi ke-4. Sefepim dan sefiron. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase; sefepim juga aktif sekali terhadap psedomonas.

Penggunaanya sebagian besar dari sefalosforin perlu diberikan parenteral dan terutama digunakan pada rumah sakit. Obat-obat generasi pertama sering digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi saluran napas. Obat-obat generasi kedua dan ketiga digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksilin dan sefalosforin. Sedangkan obat-obat generasi keempat sering digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar dan infeksi dengan kuman gram positif.

Efek samping golongan ini pada umumnya sama dengan kelompok penisilin, tetapi lebih jarang dan lebih ringan. Obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambung-usus, jarang sekali juga reaksi alergi.

Resisten dapat timbul dengan cepat, maka antibiotik ini jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat. Resistensi silang dengan penisilin pun dapat terjadi. Pada ibu yang sedang hamil dan menyusui lebih baik jangan memakai obat antibiotik golongan ini karena sefalosforin dapat dengan mudah melintasi plasenta, tetapi kadarnya dalam janin rendah daripada dalam darah ibunya. Dengan memungkinkan bila memakai obat antibiotik golongan ini bisa digunakan sefalotin dan sefaleksin karena telah digunakan selama kehamilan dan tidak dilaporkan efek buruk pada bayi. Kebanyakan sefalosforin dapat mencapai air susu ibu. Dari sefaklor, sefotaksim, seftriakson dan seftazidin hanya dalam jumlah kecil, yang dianggap aman bagi bayi.

C. AMINOGLIKOSIDA

Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi streptomyces dan micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam molekulnya yang terikat secara glukosidis. Dengan adanya gugus amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam air.

Penggolongan antibiotik ini, aminoglikosida dapat dibagi atas dasar rumus kimianya, sebagai berikut.

- Streptomisin yang mengandung satu molekul gula-amino dalam molekulnya.

- Kanamisin dengan turunannya dibekasin, gentamisin, dan turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul gula yang dihubungkan oleh sikloheksan.

- Neomisin, framesitin dan paranomisin dengan tiga gula-amino.

Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli gram negatif, a.l. E.Coli, H. Influenzae, Klebsiella, Proteus, Enteronacter, Salmonella dan shigella. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram positif (antara lain stapilococus aureus/epidermis). Streptomisin, kanamisin dan amikasin aktif terhadap kuman tahan asam Mycobacterium (tbc dan lepra).

Aktivitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses transasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesa proteinya dikacaukan.

Penggunaan obat ini lebih sering digunakan pada pemakaian topikal. Misal gentamisin, tobramisin dan neomisin.

Efek samping antibiotik ini berlawanan dengan atibiotika lainnya seperti antibiotik betalaktam. Setelah dihentikan penggunaannya dan kadar darahnya menurun sampai di bawah MIC-nya, masih mempertahankan efek antibiotisnya. Semakin besar dosis yang digunakan semakin besar pula “efek sisa” ini. Perlu juga pengontrolan terhadap pemberian antibiotik golongan ini pada lansia karena dapat mengakibatkan kerusakan pada organ pendengaran dan keseimbangan yang terjadi pada kerusakan otak kedelapan. Antibiotik ini juga dapat melintasi placenta dan merusak ginjal serta menimbulkan ketulian pada bayi. Maka tidak dianjurkan selama kehamilan. Obat-obat ini mencapai air susu ibu dalam jumlah kecil dan hakekatnya dapat diberikan selama laktasi.

D. TETRASIKLIN

Senyawa tetrasiklin semula (1948) diperoleh dari streptomyces aureofaciens (klortetrasiklin) dan streptomyces rimosus (oksitetrasiklin). Setelah tahun 1960 zat induk tetrasiklin mulai dibuat seluruhnya secara sintesis, yang kemudian disusul oleh derivat-oksi dan -klor serta senya long-acting doksisilin dan minoksiklin. Khasiatnya bakteriostatis, hnya memalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan basilli. Tidak efektif terhadap psedomonas dan proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus seperti chlamydia tyrachomatis (penyebab penyakit mata tracoma dan penyakit kelamin), Rickettsiae (scrubtyphus), spirokheta (sifilis, framboesia), leptospirae (penyakit weil), actinomyces dan beberapa protozoa (amuba).

Penggunaan tetrasiklin sudah lama sekali yang merupakan obat terpilih untuk banyak infeksi akibat bermacam-macam kuman, terutama infeksi campuran. Akan tetapi perkembangan resistensi dan efek sampinganya pada penggunaan selama kehamilan dan anak kecil, maka dewasa ini hanya dicadangkan untuk infeksi tertentu dan bila terdapat intoleransi bagi antibiotika pilihan pertama. Antara lain digunakan pada infeksi saluran napas dan paru-paru, saluran kemih, kulit dan mata.

Efek samping antibiotik ini pada umumnya merupakan obat yang aman, walaupun dapat memperburuk kondisi gagal ginjal yang sudah ada. Dalam hal ini doksisilin lebih aman daripada senyawa-senyawa lain dalam kelompoknya. Sering sekali efek samping seperti gangguan lembung-usus. Efek samping yang lebih serius yang disebabkan kan oleh antibiotik golongan ini adalah sifat penyerapannya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin dan anak-anak. Efek samping lain seperti kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan dan gatal-gatal.

Resistensi semakin sering terjadi melalui R-plasmid (ekstrakromosomal). Banyak stafilococus dan streptococus sudah menjadi resisten, begitu pula kebanyakan kuman gram negatif (psedomonas, proteus, klebsillia, enterobacter, serratia). Antara masing-masing derivat tetrasiklin terdapat resistensi silang, kecuali minosiklin terhadap stapyloccus aureus.

E. MAKROLIDA DAN LINKOMISIN

Kelompok antibiotik ini terdiri dari eritromisin (EM) dengan derivatnya klaritomicin (KM), roksitromisin (RM), azitromicin (AM), dan diritromisin (DM).

Aktivitas eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap kuman gram positif dan spektrum kerjanya mirim dengan penisilin-G, makanya dapat digunakan oleh penderita alergis terhadap penisilin. Mekanisme kerjanya sama dengan tetrasiklin, yakni melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat terjadi resistensi.

Penggunaan eritromisin merupakan pilihan utama pada khususnya infeksi paru-paru dengan legionella pneumophilia (penyakit veleran) dan mycoplasma pneumoniae (radang paru). Pada infeksi lain saluran napas dijadikan pilihan kedua untuk pemakaina obat ini.

Efek samping yang terpenting bagi lambung-usus, nyeri perut, nausea dan kadang-kadang muntah, yang terutama nampak pada EM akibat pengurainnya oleh asam lambung. Lebih jarang nyeri kepala dan reaksi kulit. EM pada dosis tinggi dapat menimbulkan ketulian reversibel, mungkin akibat pengaruhnya terhadap SSS. Semua makrolida dapat mengganggu funsi hati, yang tampak sebagai peningkatan nilai0nilai enzim tertentu dalam serum. Juga nyeri kepala dan pusing dapat terjadi. EM dan RM dapat mengakibatkan raksi alergi.

Interaksi obat-obat lain terhadap antibiotik ini yaitu teofilin, karbamazepin, kumarin, rifampisin, astemizol, terfinaden dan sikloporin karena eritromisin memperlihatkan penghambatan enzimatis dari metabolisme.

Kehamilan dan laktasi, eritromisin dapat diberikan dengan aman, sedangkan derivatnya belum ada kepastian. Ada kemungkinan RM dapat diminum selama menyusui. KM ternyata mengganggu perkembangan janin binatang percobaan, maka sebaiknya jangan digunakan pada trimester pertama kehamilan.

F. POLIPEPTIDA

Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polomiksin E (=kolistin), basitrasin dan gramisin, yang bercirikan struktur polipeptida siklis dengan gugus amino bebas. Berlainan dengan antibioyik lainnya ayng diperoleh oleh jamur, obat-obat ini dihasilkan oleh bakteri. Polimiksin hanya aktif terhadap gram negatif termasuk psedomonas, sedangkan basitrasin dan gramisidin terutama aktif terhadap kuman gram postitif.

Khasiat bakterisidnya berdasarkan aktivitas permukaan dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehngga permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung dari keadaan membelah tidaknya kuman, maka dapat dikombinasi dengan antibiotik bakteriostatis, seperti kloramfenikol dan tetrasiklin.

Pnggunaan antibiotik ini sangat toksis bagi ginjal, polimiksin juga bagi orga pendengaran. Oleh karena ini penggunaan parenteralnya pada infeksi psedomonas kini sudah ditinggalkan dengan adanya antibiotika lain yang lebih aman, seperti gentamisin dan sefalosforin.

G. ANTIBIOTIKA LAINNYA

1. Kloramfenikol

Semula diperoleh dari jenis strepromyces (1947), tetapi kemudian dibuat secara sintetis. Kloramfenikol bekrerja secara bakteriostatis terhadap hampir semua gram positf dan gram negatif. Bekerja sebagai bakterisid terhadap Str. Pneumoniae, Neeis. Meningitis dan H. Influenzae. Mekanisme kejanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Terhadap kebanyakan suku psedomonas, proteus dan enterobacter, kloramfenikol tidak aktif.

Penggunaannya berhubung resiko anemia aplastis fatal, dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa jenis infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu infeksi tifus dan mkeningitis. Penggunaan topikal kloramfenikol digunakan sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0,25-1% sebagai pilihan kedua, jika fusidat dan tetrasiklin tidak efektif.

Efek samping umum berupa gangguan lambung-usus, neurpati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Pada kehamilan dan laktasi tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulkan cyanosis dan hipotermia pada neonati akibat ketidakmampuan untuk menkonjugasi dan mengekskresikan obat ini, sehingga sangat meningkatkan kadarnya dalam darah. Berhubungan kemampuannya dapat melintasi placenta dan mencapai air susu ibu, maka tidak boleh diberikan selama laktasi. Larangan tersebut berlaku bagi tiamfenikol.

2. Vankomisin

Antibiotikum gliokopeptida ini dihasilkan oleh sterptomycses orientalis (1995). Berkhasiat bakterisid terhadap kuman gram positif aerob dan anaerob, termasuk stafilokokusyang resistensi terhadap metisilin (MRSA).daya kerjanya berdasarkan penghindaran pembentukan peptidoglikan. Obat ini juga digunakan bila terdapat alergi untuk penisilin dan sefalosforin.

Efek sampinya berupa gangguan fungi ginjal, terutama pada penggunaan lama dengan dosis tinggi, juga neuropati perifer, reaksi alergi kulit, mual dan demam. Kombinasinya dengan aminoglikosida meningkatkan resiko nefro dan otoksisitas. Kehamilan dan laktasi tidak terdapat cukup data untuk penggunaan selama kehamilan. Vankomisin mencapai air susu ibu.

Sabtu, 08 Januari 2011

Biofarmasetika sediaan perkutan

Pendahuluan

¨ Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan → zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian luar.

¨ Galen telah menjelaskan tentang pemakaian sediaan pada zaman romawi, yang saat ini dikenal sebagai vanishing cream.

¨ Sediaan obat yang digunakan pada kulit atau diselipkan ke dalam rongga tubuh umumnya berada dalam bentuk cairan, semi padat atau padat.

¨ Penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit ke dalam peredaran darah.

¨ Istilah "perkutan" menunjukkan bahwa proses penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.

Anatomi Kulit

Epidermis

¨ Permukaan paling luar dari kulit, tempat sediaan obat digunakan.

¨ Epidermis :

  1. Lapisan malfigi
  2. Lapisan tanduk tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami keratinisasi

Proses Absorpsi

  1. Diantara sel-sel dari stratum corneum
  2. Melalui saluran dari folikel rambut
  3. Melalui kelenjar keringat (sweat glands)
  4. Melalui kelenjar sebaseus (sebaceous glands)
  5. Melalui sel-sel dari stratum corneum.

Sediaan Perkutan

Rute Pemakaian Perkutan/ Topikal

¨ Tujuan terapi :

Lokal

Sistemik – Transdermal Delivery System

¨ Lokal Obat – lapisan luar kulit

Diharapkan sedikit atau tdk terjadi absorbsi

¨ Sistemik – TDS

Formulasi yg dipakai secara topikal dg maksud menghantarkan bahan aktif sampai ke sirkulasi sistemik

Perkutan utk Kosmetika

¨ Sediaan kosmetika umumnya menembus dari suatu terbatas sampai difusi kedalam lapisan tanduk (stratum corneum),folikel rambut, dan kelenjar keringat.

¨ Pada keadaan tertentu, spt sediaan tabir surya, zat aktif relatif tertahan cukup lama pada permukaan lapisan tanduk (stratum corneum) demikian juga untuk beberapa zat aktif lain.

¨ Penyerapan sistemik suatu sediaan kosmetik dapat juga memberikan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mempercepat terjadinya toksisitas perkutan.

Efek Lokal

¨ Sering diperlukan penembusan zat aktif ke dalam struktur kulit yang lebih dalam.

¨ Konsentrasi dalam jaringan yang terletak di bawah daerah pemakaian yang cukup tinggi agar diperoleh efek yang dikehendaki.

¨ Penyerapan oleh pembuluh darah diusahakan agar seminimal mungkin sehingga terjadinya efek sistemik dapat dihindari.

Efek Sistemik

¨ Zat aktif harus masuk kedalam peredaran darah dan selanjutnya dibawa ke jaringan, yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologik.

¨ Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit seperti faktor-faktor fisikokimia dan patofisiologik yang mempengaruhi permeabilitas kulit, sangat diperlukan untuk merancang formula dan bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.

Faktor Fisiologi Yg Mempengaruhi Absorpsi Perkutan

¨ Keadaan dan umur kulit

¨ Aliran darah

¨ Tempat pengolesan

¨ Kelembaban dan temperatur

Keadaan dan Umur Kulit

¨ Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.

¨ Eksim, terbakar, luka??

¨ Jamur??

¨ Difusi juga tergantung pada umur subyek, kulit anak anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa

Aliran Darah

¨ Perubahan debit darah ke dalam kulit akan mengubah kecepatan penembusan molekul.

¨ Semakin banyak aliran darah, kecepatan penembusan molekul akan semakin baik.

Tempat Pengolesan

¨ Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama akan berbeda dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan.

¨ Ketebalan lapisan tanduk(stratum corneum) berbeda pada setiap bagian tubuh, antara 9 µm untuk kulit scrotum sampai 600 µm untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.

Kelembaban dan Temperatur

¨ Kelembaban normal lapisan tanduk 5-15%

¨ Dapat ditingkatkan sampai 50% dg cara dioleskan bahan pembawa yg dpt menyumbat: vaselin, minyak atau suatu pembalut impermeabel.

¨ Stratum corneum lembab mempunyai afinitas yg sama thd senyawa2 yang larut dalam air atau dlm lipida → struktur histologi sel tanduk dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di sekitarnya

¨ Secara in vivo, suhu kulit yang diukur pada keadaan normal, relatif tetap dan tidak berpengaruh pada peristiwa penyerapan.

¨ Semakin tinggi suhu akan meningkatkan permiabilitas kulit.

¨ Pembalut impermeabel menyebabkan terjadi peningkatan luas permukaan kulit sebesar 17%, peningkatan suhu setempat dan kelembaban relatif.

Faktor Obat

  1. Konsentrasi obat → Umumnya, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan per unit luas permukaan per satuan waktu akan meningkat, bila kosentrasi obat ditambah.
  2. Profil pelepasan obat dari pembawanya → tergantung dari afinitas obat terhadap pembawa, kelarutan obat dalam pembawa, dan pH pembawa.
  3. Harga koefisien partisi obat → tergantung dari kelarutannya dalam air dan minyak → Harga ini menentukan laju perpindahan melewati daerah absorbsi → Koefisien partisi dapat diubah dengan memodifikasi gugus kimia dalam struktur obat dan variasi pembawa.
  4. Kondisi pH akan mempengaruhi tingkat disosiasi serta kelarutan obat yang bersifat lipofil.
  5. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembaban kulit akan mendorong terjadinya absorpsi per kutan dari obat.
  6. Waktu kontak obat dengan kulit.
  7. Luas permukaan tempat obat dioleskan.

Optimasi Sediaan Perkutan

1. Faktor fisikokimia

¨ Tetapan difusi

¨ Konsentrasi zat aktif

¨ Koefisien partisi

2. Pemilihan pembawa (vehicle)

¨ Kelarutan dan keadaan termodinamika

¨ Surfaktan

¨ Enhancer absorbsi zat aktif

¨ Iontoforesis

Tetapan Difusi

¨ Bila dihubungkan dengan gerakan Brown, maka tetapan difusi merupakan fungsi dari bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dg konstituen membran; selain itu juga tergantung pada kekentalan media serta suhu.

¨ Hukum Stoke-Einstein

k' = tetapan Boltzman

T = suhu mutlak

r = jari jari molekul yang berdifusi

η = kekentalan lingkungan

Konsentrasi Zat Aktif

¨ Jumlah zat aktif yang diserap pada setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media pembawa.

¨ Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit tjd perubahan struktur membran sebagai akibat konsentrasi molekul yang tinggi, mungkin terjadi perubahan koefisien partisi antara pembawa dan sawar kulit.

Koefisien Partisi

¨ Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa terhadap pembawanya; koefisien partisi mendekati satu menunjukkan bahwa molekul bergerak dlm jumlah sama menuju lapisan tanduk dan pembawa → senyawa yang mempunyai afinitas sangat tinggi thd pembawanya tidak dapat berdifusi dlm lapisan tanduk.

¨ Jika sifat lipofil sangat besar maka senyawa akan tertumpuk dlm lapisan tanduk dan tdk mampu berdifusi ke dlm epidermis yg mrp senyawa berair.

Kelarutan dan Keadaan Termodinamika

¨ Difusi molekul terjadi karena adanya perbedaan potensial termodinamika yang terdapat antara pembawa dengan struktur lipida dari lapisan tanduk dan aliran yang terjadi selalu berasal dari daerah dengan potensial termodinamika tinggi menuju daerah dengan potensial yang lebih rendah.

¨ Koefisien partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk juga dapat dinyatakan sebagai fungsi koefisien aktivitas termodinamika ..

¨ Bahan aktif dengan konsentrasi tertentu mempunyai aktivitas termodinamika yang dapat berubah tergantung pada komposisi pembawa.

¨ Bila molekul obat berbentuk kompleks yang larut dalam pembawa, maka aktivitas termodinamikanya sangat rendah dan jumlah zat yang diserap sangat kecil

Surfaktan

¨ Lapisan tanduk merupakan sawar yang efektif dalam mencegah penembusan dari sebagian besar surfaktan.

¨ Surfaktan anionik seperti Natrium lauril sulfat dapat melintasi sawar kulit walau dalam jumlah kecil.

¨ Alkil-benzena sulfonat, terbukti terikat dalam lapisan tanduk (stratum corneum) tanpa diikuti penembusan ke lapisan kulit yang lebih dalam.

Enhancher Absorbsi Zat Aktif

¨ Bahan yang mempunyai efek thd permiabilitas sawar(barrier) kulit.

¨ Bbrp bahan bekerja langsung scr kimia pd kulit dan sebagian bahan tdk mempunyai efek khusus thd barrier misalnya dg mempengaruhi solubilitas dan/atau dispersibilitas dari bahan obat dan/atau sistem penyampaiannya ( bahan pembawa).

¨ Pelarut organik spt benzene, alcohol, aseton, terbukti dpt meningkatkan kecepatan penetrasi baik bahan yg larut dalam air atau bahan yg larut dlm lemak.

Iontoforesis

¨ Untuk beberapa senyawa ion yang penyerapannya ke kulit tidak baik, dan pemakaian enhancher kimia juga tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka pemberian secara parenteral merupakan suatu pilihan utama.

¨ Alternatif meningkatkan penyerapan secara iontoforesis, artinya dengan pengaliran listrik terus menerus melintasi kulit yang diolesi obat.

¨ Kulit mengandung air dalam jumlah sedikit, sehingga kulit dapat dianggap sebagai kapasitor.

¨ Aliran yang dipakai cukup lemah, antara 0,5 - 1 mA/cm2 dengan maksud agar tidak terjadi kerusakan kulit.

¨ Elektroda aktif yang diletakkan pada daerah pengolesan adalah anoda untuk molekul bermuatan positif dan katoda untuk molekul bermuatan negatif.

¨ Iontoforesis akan meningkatkan penyerapan sistemik obat yang dipakai → zat aktif langsung menembus ke dalam dennis dan memasuki sistem peredaran darah.

¨ Meskipun tehnik iontoforesis telah terbukti dapat meningkatkan absorbsi perkutan obat-obat yang dapat terionisasi atau obat dalam bentuk ion (meliputi lidokaine, salisilat dan peptida dan protein, misalnya insulin), namun keamanan secara klinis dan efikasi masih dievaluasi dan diselidiki secara mendetail.

Kriteria Obat Sediaan Perkutan

¨ Sifat FISIKA-KIMIA yang cocok

1. BM

2. Uk. Molekul

3. Kelarutan

4. Titik Lebur

¨ TIDAK IRITASI pada kulit (Irritant Dermatitis, Alergik Dermatitis)

¨ CLINICAL NEED

1. Pemakaian Lama

2. Menyenangkan pasien

3. Pengurangan Dosis

4. Efek yang tidak diinginkan pada “non target tissue”

Evaluasi Ketersediaan Hayati

¨ Kendala ?? Jumlah senyawa yang diabsorbsi sangat sedikit

¨ Kromatografi gas dan imunoenzimologi dapat digunakan untuk memecahkan masalah analisis.

¨ Senyawa yang umum terdapat di dalam tubuh misalnya vitamin dan hormon, memerlukan penggunaan runutan radioaktif.

Metode Evaluasi

1. Study difusi in vitro

  • Difusi sederhana dalam air
  • Dialysis membran selofan

2. Study penyerapan (absorbsi)

  • In vitro → sayatan kulit manusia
  • In vivo → labelling, radioaktif

Penelitian Memakai Hewan

¨ Relevansi dengan manusia??

¨ Pd penelitian absorbsi perkutan ditemukan penurunan tingkat permiabilitas , yaitu : kelinci > tikus > babi > manusia.

¨ Kulit dari tikus yang tidak berbulu atau anak tikus yang baru lahir sangat berguna untuk skrening absorbsi atau epidermal respon.

¨ Penelitian tentang absorbsi perkutan pada hewan, baik in-vitro maupun in-vivo hanya untuk memprediksi aktifitas pada manusia.

Model In Numero

¨ Model in numero atau simulasi komputer dari absorbsi sebagai penghubung penelitian in-vitro dan in-vivo.

¨ Sebagai contoh pemakaian model dermatofarmakokinetik, yang mirip dengan model farmakokinetik yang digunakan untuk mempelajari uptake dan disposisi obat.

¨ Pada model dermatofarmakokinetik, transpor obat dlm pembawa dan pd epidermis, terutama stratum corneum adalah mengikuti difusi hukum Ficks.